Sejarah Resolusi Jihad NU, Sebuah Fatwa dari KH. Hasyim Asy'ari Yang Tak Boleh Kita Lupakan
Nakhodaku - Resolusi Jihad NU adalah salah satu bukti bahwa Umat Islam Indonesia selalu menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tanpa adanya Resolusi Jihad NU ini, mungkin kita masih terjajah oleh Sekutu yang saat itu ingin kembali menguasai Indonesia setelah sukses mengalahkan Jepang dalam perang dunia II.
Itulah Resolusi Jihad NU yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945. Sejak masa perjuangan, peran para ulama dan kyai khususnya di lingkungan pesantren dan Nahdlatul Ulama (NU), dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, tak bisa diabaikan apalagi dihapuskan.
Sejak
zaman penjajahan Belanda, sejumlah nama ulama NU selalu berperan aktif
dalam perjuangan. Seperti Rais Akbar NU Hadlratussyaikh Hasyim Asy'ari,
KH Wahab Chasbullah (selain tokoh NU, juga pendiri Majelis Islam 'Ala
Indonesia, 1937), KH Machfudz Siddiq (Jember), KH Ma'shum (Lasem), KH. Raden Asnawi (Kudus) dll.
1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannya.
2. Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat “sabilillah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.
Para
Ulama Sepuh diatas lebih banyak melakukan perjuangan diplomasi lewat
organisasi dan mengiringi proses pembentukan watak dan karakter bangsa
(nation and character building).
Ada juga sejumlah kyai NU yang memilih berjuang dengan mengangkat senjata seperti yang dilakukan oleh KH Zainal Mustafa dari Pesantren Sukamanah (Ketua PCNU Tasikmalaya) pada tahun 1944.
Ada juga sejumlah kyai NU yang memilih berjuang dengan mengangkat senjata seperti yang dilakukan oleh KH Zainal Mustafa dari Pesantren Sukamanah (Ketua PCNU Tasikmalaya) pada tahun 1944.
Perlawanan
ini sebenarnya sebagai prolog dari perlawanan di daerah lain, Cirebon,
Cianjur, hingga Blitar atau yang terkenal dengan Pemberontakan Supriyadi
Blitar.
Kita juga jangan melupakan peran KH Abbas di Cirebon (ayahanda KH Abdullah Abbas) dalam melawan Jepang dan KH Ruchiyat (ayahanda KH Ilyas Ruchiyat, mantan Rais Aam PBNU) pula, yang pesantrennya pernah diberondong Belanda pada masa revolusi.
Pada masa-masa Jepang, aktivitas persiapan perang sudah dilakukan. Bagi kalangan pesantren telah dikenal adanya Laskar Hizbullah (kader-kader pesantren) dan Laskar Sabilillah (para kiai dan ulama). Mereka dilatih di Cibarusah, dekat Bogor sejak 1943.
Kita juga jangan melupakan peran KH Abbas di Cirebon (ayahanda KH Abdullah Abbas) dalam melawan Jepang dan KH Ruchiyat (ayahanda KH Ilyas Ruchiyat, mantan Rais Aam PBNU) pula, yang pesantrennya pernah diberondong Belanda pada masa revolusi.
Pada masa-masa Jepang, aktivitas persiapan perang sudah dilakukan. Bagi kalangan pesantren telah dikenal adanya Laskar Hizbullah (kader-kader pesantren) dan Laskar Sabilillah (para kiai dan ulama). Mereka dilatih di Cibarusah, dekat Bogor sejak 1943.
Dari
mereka inilah, ketika mempertahankan kemerdekaan 1945-1949 (revolusi)
mereka tampil menjadi komandan pasukan. Seperti KH Masjkur (dari
Singosari, ayah mertua KH Tolchah Hasan) dan KH Zainul Arifin
sebagai pemimpin Laskar Sabilillah. Sedang di Laskar Hizbullah terdapat
nama KH M. Hasyim Latief (pendiri YPM Sepanjang) dan KH Munasir Ali
(Sekjen PBNU).
Berdasarkan hasil dari keputusan yang dihasilkan dari Rapat Besar Konsul-konsul Nahdlatul Ulama (NU) se-Jawa dan Madura, 21-22 Oktober di Surabaya, Jawa Timur, Maka dikeluarkanlah sebuah Resolusi Jihad untuk mempertahankan tanah air Indonesia.
Melalui konsul-konsul yang datang ke pertemuan tersebut, seruan ini kemudian disebarkan ke seluruh lapisan pengikut NU khususnya dan umat Islam umumnya di seluruh pelosok Jawa dan Madura.
Berikut ini adalah isi dari Resolusi Jihad NU sebagaimana pernah dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, edisi No. 26 tahun ke-I, Jumat Legi, 26 Oktober 1945. Salinan di bawah ini telah disesuaikan ejaannya untuk masa kini :
Bismillahirrahmanirrahim
Resolusi
Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsul-konsul) Perhimpunan Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di Surabaya:Mendengar:
Bahwa di tiap-tiap daerah di seluruh Jawa-Madura ternyata betapa besarnya hasrat ummat Islam dan Alim ulama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA.Menimbang:
a. Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum AGAMA ISLAM, termasuk sebagai suatu kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam
b. Bahwa di Indonesia ini warga Negaranya adalah sebagian besar terdiri dari Ummat Islam.
Mengingat:
a. Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada di sini telah banyak sekali dijalankan banyak kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketenteraman umum.
b. Bahwa semua yang dilakukan oleh semua mereka itu dengan maksud melanggar Kedaulatan Republik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali menjajah di sini, maka di beberapa tempat telah terjadi pertempuran yang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.
c. Bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan ummat Islam yang merasa wajib menurut hukum agamanya untuk mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanya.
d. Bahwa di dalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu belum mendapat perintah dan tuntutan yang nyata dari Pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan kejadian-kejadian tersebut.
Memutuskan:
Berdasarkan hasil dari keputusan yang dihasilkan dari Rapat Besar Konsul-konsul Nahdlatul Ulama (NU) se-Jawa dan Madura, 21-22 Oktober di Surabaya, Jawa Timur, Maka dikeluarkanlah sebuah Resolusi Jihad untuk mempertahankan tanah air Indonesia.
Melalui konsul-konsul yang datang ke pertemuan tersebut, seruan ini kemudian disebarkan ke seluruh lapisan pengikut NU khususnya dan umat Islam umumnya di seluruh pelosok Jawa dan Madura.
Berikut ini adalah isi dari Resolusi Jihad NU sebagaimana pernah dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, edisi No. 26 tahun ke-I, Jumat Legi, 26 Oktober 1945. Salinan di bawah ini telah disesuaikan ejaannya untuk masa kini :
Bismillahirrahmanirrahim
Resolusi
Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsul-konsul) Perhimpunan Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di Surabaya:Mendengar:
Bahwa di tiap-tiap daerah di seluruh Jawa-Madura ternyata betapa besarnya hasrat ummat Islam dan Alim ulama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA.Menimbang:
a. Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum AGAMA ISLAM, termasuk sebagai suatu kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam
b. Bahwa di Indonesia ini warga Negaranya adalah sebagian besar terdiri dari Ummat Islam.
Mengingat:
a. Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada di sini telah banyak sekali dijalankan banyak kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketenteraman umum.
b. Bahwa semua yang dilakukan oleh semua mereka itu dengan maksud melanggar Kedaulatan Republik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali menjajah di sini, maka di beberapa tempat telah terjadi pertempuran yang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.
c. Bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan ummat Islam yang merasa wajib menurut hukum agamanya untuk mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanya.
d. Bahwa di dalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu belum mendapat perintah dan tuntutan yang nyata dari Pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan kejadian-kejadian tersebut.
Memutuskan:
1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannya.
2. Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat “sabilillah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.
Sungguh disayangkan sikap Pemerintah Indonesia yang sejak dahulu tidak mau menghargai Resolusi Jihad NU
ini sebagai salah satu sejarah penting bangsa Indonesia. Bahkan, ada
upaya untuk menghilangkan jejak peran para santri dan kyai dalam menjaga
kedaulatan bangsa Indonesia.
Namun, di luar itu semua, saya memberikan apresiasi kepada Bapak Presiden Joko Widodo yang rencananya hari ini, tanggal 22 Oktober 2015 akan menetapkan dan mendeklarasikan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional untuk mengenang dan menghargai keberadaan Resolusi Jihad NU sebagai salah satu komponen sejarah terbentuknya NKRI.
semoga kita sebagai generasi muda Indonesia mau untuk kembali belajar sejarah Indonesia agar kita dapat mengambil manfaat dan teladan dari cerita para pahlawan terdahulu yang telah rela mengorbankan jiwa, raga dan hartanya demi bangsa, negara dan agamanya.
Di Hari Kamis, 9 Muharram 1437 H yang juga bertepatan dengan tanggal 22 Oktober 2015 ini, Marilah bersama-sama kita dukung #HariSantri22Oktober dan Gerakan #AyoMondok di Indonesia ! Allahu Akbar, Allahu Akbar,Allahu Akbar !
Diolah dari berbagai sumber
Dikutip dari : http://www.nakhodaku.com/2015/10/sejarah-resolusi-jihad-nu-sebuah-fatwa.html
Posting Komentar